Jumat, 08 April 2011


Sistem Politik Indonesia
Pengertian Sistem politik :

a)      Sebagai kesatuan tatacara menjalankan pemerintahan dan hak kekuasaan negara. Seluruh komponen dalam sistem politik tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi.
b)      Seperangkat interaksi yang abstraksi dari totalitas perilaku sosial melalui nilai-nilai yang disebar untuk suatu masyarakat.

Pengertian sistem politik menurut ahli :

  1. David Easton sistem politik adalah interaksi yang abstraksi dari seluruh tingkah laku sosial sehingga nilai-nilai tersebut diabadikan secara otoritas kepada masyarakat.
  2. Almond sistem politik adalah sistem interaksi yang ditemui dalam masyarakat merdeka serta menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
  3. Rusandi Simantapura sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukkan suatu proses yang langgeng

Suasana/Struktur Politik Indonesia.

1.      Suprastruktur politik yaitu :
Kehidupan politik pemerintahan yang berkaitan dengan kehidupan lembaga-lembaga negara, fungsi dan wewenang serta hubungan kewenangan antar lembaga negara yang ada.

 Suprastruktur politik Indonesia sebagai berikut :

2.   Infrastruktur politik yaitu :
Kehidupan politik rakyat yang berkaitan dengan pengelompokan warganegara atau anggota masyarakat kedalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut sebagai kekuatan sosial politik.

Infastruktur politik di Indonesia terdiri atas :
`       Partai politik (political party)
`       Kelompok Kepentingan (Interest group)
`       Kelompok penekan (preassure group)
`       Media komunikasi politik (media of political cumunicatian)
`       Kelompok wartawan (journalism group)
`       Kelompok mahasiswa (student group)
`       Tokoh politik (political figres)

Hubungan Supra struktur politik dengan Infra struktur politik

v          Unsur-unsur yang ada dalam supra struktur dan infra struktur politik saling mempengaruhi, dimana supra struktur politik sebagai pembuat keputusan akan mendapat masukan, tuntutan dan aspirasi dari infra struktur politik, sebaliknya Infra struktur akan menopang dan melaksanakan segala produk dan kebijakan supra struktur politik.
v          Berjalan dan berfungsinga lembaga-lembaga negara atau organisasi pemerintahan dipengaruhi oleh komponen-komponen kehidupan politik rakyat.

1.                  Tahun 1945-1949 (UUD 1945)

a)      Pada masa ini mengindikasikan keinginan kuat dari para pemimpin negara untuk membentuk pemerintahan demokratis. Namun karena Indonesia harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan maka belum bisa sepenuhnya mewujudkan pemerintahan demokratis sesuai dengan UUD 1945. bahkan terjadi penyimpangan (demi kepentingan NKRI) terhadap UUD 1945 yaitu:
1.      Maklumat Pemerintah no X tanggal 16 Oktober 1945 tentang perubahan fungsi KNIP (pembantu Pres) menjadi Fungsi parlementer (legislatif)
2.      Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 mengenai pembentukan Partai politik (Sebelumnya hanya ada 1 partai yaitu PNI)
3.      Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 mengenai perubahan kabinet presidensial menjadi parlementer
b)      Berdasarkan UUD 1945, Bentuk negara kesatuan, bentuk pemerintahan Republik, sistem pemerintahan Presidensial

2.                  Tahun 1949-1950 (Konstitusi RIS)

a)      Hasil dari KMB bentuk negara Indonesia Serikat
b)      Sistem pemerintahan parlementer
c)      Demokrasi Liberal
d)     Bentuk negara Serikat









3.                  Tahun 1950-1959 (UUDS 1950)

a)      Ditandai dengan suasana dan semangat yang ultrademokratis.
b)      Kabinet berubah menjadi sistem parlementer
c)      Dwitunggal Soekrno-Hatta dijadikan simbol dengan kedudukan sebagai kepala negara.
d)     Pemerintahan tidak stabil ditandai dengan sering jatuh bangunnya kabinet sehingga pembangunan tidak jalan hal ini disebabkan dominannya politik aliran dan basis sosial ekonomi yang rendah
e)      Bentuk negara kesatuan, sisten pemerintahan parlementer, demokrasi Liberal
f)       Pemilu pertama tahun 1955 berhasil memilih anggota DPR dan Kontituante.
g)      Kontituante bertugas membuat UUD baru tapi gagal
h)      Pemberontakan didaerah seperti DI/TII, APRA, PRRI/Permesta, RMS, Andi Azis.

4.                  Tahun 1959-1965 (UUD 1945) ORLA

a)      Diawali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang Isinya :
1.      Bubarkan Konstituante
2.      Kembali berlaku UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS 1950.
3.      Segera bentuk MPRS dan DPAS
b)      Kabinet kembali menjadi sistem Presidensial
c)      Demokrasi Terpimpin
d)     Presiden mengontrol semua spektrum politik
e)      Legislatif lemah, eksekutif kuat
f)       Kekuasaan negara terpusat sehingga kehilangan kontrol akibatnya terjadi penyimpangan yaitu penyimpangan idiologis (Nasakom), pengangkatan Presiden seumur hidup, Pidato presiden MANIPOLUSDEK dijadikan GBHN. Ketua MPR dijadikan Mentri. DPR hasil pemilu dibubarkan Presiden
g)      Terjadi Pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965












5.                  Tahun 1966-1998 (UUD 1945) ORBA

a)      Diawali dengan SUPERSEMAR
b)      ORBA bertekat menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen.
c)      Demokrasi Pancasila dibawah kepemimpinan Soeharto (sistem Presidensial)
d)     Pemilu diadakan 5 tahun sekali tapi tidak demokratis
e)      Kuatnya kekuasaan Presiden dalam menopang dan mengatur seluruh proses politik, terjadi sentralistik kekuasaan pada presiden.
f)          Pembangunan ekonomi terlaksana tapi tidak berbasis ekonomi kerakyatan
g)      Indikator demokrasi tidak terlaksana yaitu rotasi kekuasaan eksekutif tidak ada, rekrutmen politik tertutup, pemilu jauh dari semangat demokrasi, HAM terbatas, kebebasan politik dibatasi, KKN merajalela
h)      Atas tuntutan seluruh massa (dimotori oleh mahasiswa) maka tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri digantikan oleh Wapres Prof. B.J Habibi.

6.                  Tahun 1998 sampai sekarang (UUD 1945) Reformasi

1.      Demokrasi Pancasila, Sistem pemerintahan Presidensial
2.      Diadakan kembali pemilu tahun 1999
3.      Dibuka kemerdekaan dan kebebasan pers sebagai media komunikasi politik yang efektif
4.      Upaya peningkatan partisipasi rakyat dalam kegiatan pemerintahan
5.      Amandememn UUD 1945 untuk mengatur kekuasaan dalam negara agar lebih demokratis
6.      Pelaksanaan Otonomi daerah
7.      Reposisi dan reaktualisasi TNI
8.      Pemilu Luber dan Jurdil (Pilkada untuk daerah)
9.      Upaya penegakan HAM
10.  Upaya netralisasi berpolitik bagi PNS
11.  Upaya pemberantasan KKN
12.  Penegakan supremasi hukum dan keadilan ekonomi



A. Secara umum :

  1. Sistem politik tradisional terdiri atas sispol Patriachal dan sispol Patrimonial dan sispol Feodal.
  2. Sistem politik antara tradisiolan dan modern yang disebut dengan sispol Kerajaan Birokrasi
  3. Sistem politik Modern yang terdiri atas sispol Demokrasi dan sispol Kediktatoran (Otoriter dan totaliter)

B. Sistem Politik yang banyak dianut negara-negara sekarang adalah Sispol Modern yaitu :

  1. Sispol Demokrasi yaitu Sispol yang memegang kekuasaan banyak orang, berdasarkan kehendak rakyat, kekuasaannya terbatas dan bertanggung jawab kepada rakyat.
  2. Sispol Kediktatoran (otoriter) Yaitu : Sispol yang memegang kekuasaan beberapa orang atau kelompok orang, Kekuasaan sangat luas tak terbatas meliputi seluruh kehidupan negara, dan tidak perlu atau tidak ada mekanisme pertanggungjawaban pemerintah.























  1. Sistem Politik Demokrasi Yaitu :

  1. Adanya pembagian kekuasaan
  2. Pemerintahan konstitusional atau berdasarkan hukum
  3. Pemerintahan mayoritas
  4. Pemilu bebas atau demokratis
  5. Parpol lebih dari satu
  6. Managemen terbuka
  7. Pers bebas
  8. Perlindungan terhadap HAM dan adanya jaminan Hak minoritas
  9. Peradilan bebas tidak memihak
  10. Penempatan pejabat pemerintahan dengan Merit sistem
  11. Kebiaksanaan pemerintah dibuat badan perwakilan politik tanpa paksaan
  12. Konstitusi atau UUD yang demokratis.
  13. Penyelesain masalah secara damai melalui musyawarah atau perundingan

B. Sistem Politik Keditatoran Yaitu :

  1. Pemusatan kekuasaan pada satu atau sekelompok orang.
  2. Pemerintahan tidak berdasarkan konstitusional
  3. Negara berdasarkan kekuasaan
  4. Pembentukan pemerintahan tidak berdasar musyawarah, tetapi melalui dekrit
  5. Pemilu tidak demokratis. pemilu dijalankan hanya untuk memperkuat keabsahan penguasa atau pemerintah negara
  6. Sistem satu partai politik atau ada beberapa parpol tapi hanya ada satu porpol yang memonopoli kekuasaan
  7. Manegemen pemerintahan tertutup
  8. Tidak ada perlindungan HAM , hak monoritas ditindas
  9. Pers tidak bebas dan sangat dibatasi
  10. Badan peradilan tidak bebas dan bisa diintervensi oleh penguasa
  11. Pemempatan pejabat pemerintahan dengan poil sistem serta tidak ada kontrol terhadap administrasi dan birokrasi
  12. Prinsip dogmatisme dan banyak berlaku doktrin. Konstitusi atau UUD hanya sebagai lambang saja
  13. Penyelesaan masalah dengan kekerasan dan paksaan

Perbandingan Sistem Politik Demokrasi Pancasila

Sispol Indonesia sebelum Amandemen UUD 1945 yaitu :

  1. Bentuk negara kesatuan bentuk pemerintahan republik, wilayah negara dibagi atas 27 provinsi
  2. Kekuasaan eksekutif terdiri atas Presiden yang dipilih dan diangkat oleh MPR dengan masa jabatan 5 tahun sesudahnya dapat dipilih kembali dan dibantu oleh seorang wakil presiden serta kabinet
  3. Presiden mengangkat meneri-menteri dan kepala non departemen (TNI/Polri/Jaksa Agung) setingkat menteri bertanggung jawab kepada Presiden
  4. Kekuasan Legislatif terdiri atas MPR merupakan lembaga tertinggi negara dan DPR
  5. Lembaga-lembaga negara terdiri dari lembaga tertinggi neara yaitu MPR dan lembaga tinggi negara terdiri atas DPR, Presiden, MA, BPK dan DPA
  6. Kekuasaan membentuk UU ada ditangan DPR bersama Presiden
  7. Sistem kepartaian dibatasi hanya 3 partai
  8. Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD I dan DPRD II

Sispol Indonesia Sesudah Amandemen UUD 1945 yaitu

  1. Bentuk negara kesatuan bentuk pemerintahan republik, wilayah negara dibagi atas 33 provinsi dengan prinsip desentralisasi dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
  2. Kekuasaan eksekutif berada ditangan Presiden. Presiden dan Wakil Presiden dipilihbsecara langsung oleh rakyat dlam satu paket
  3. Presiden membentuk Kabinet (menteri) yang bertanggung jawab kepadanya
  4. Legislatif atau Parlemen terdiri atas dua badan (bikameral) yaitu DPR dan DPD yang anggotanya dipilih melalui Pemilu
  5. Anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD, MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD 1945, melantik Presiden dan Wakil Presiden serta dapat memberhentukan Presiden dan Wapres dalam masa jabatannya.
  6. Tidak ada sebutan lenbaga tertinggi dan tinggi negara, yang ada hanya Lembaga-lembaga negara yang terdiri atas MPR, DPR, DPD. BPK, Presiden dan kekuasaan kehakiman  (MA,MK dan KY).
  7. DPA ditiadakan, dibentuk Dewan Pertimbangan yang berada langsung dibawah Presiden
  8.  Sistem kepartaian multi partai
  9. Pemilu dilaksanakan 2 kali yaitu Pemilu Legislatif (memilih angota MPR, DPD dan DPRD Idan II dan pemilu Eksekutif (memilih Presiden dan Wakil Presiden)
  10. Jaminan HAM lebih lengkap dengan tambahan pada pasal 28A – 28J UUD 1945



I.      Perbandingan sistem pilitik dalam demokrasi Liberal, Komunis dan Pancasila sebagai berikut :
1.      Demokrasi Liberal :
a)      Merupakan ciri khas Barat
b)      Berfalsafah Liberalisme
c)      Menganut asas Individualis
d)     d. Lebih menonjolkan HAM terutama dalam politik dan Ekonomi
e)      Mengutamakan kebebasan individu yang sangat luas
f)       Mengenal oposisi dan perbedaan diakui sepenuhnya
g)      Multi partai
h)      Contoh: negara AS, Inggris, Prancis, Italia dll.






2.      Demokrasi Komunis :
a)      Merupakan ciri khas negara komunis
b)      Berfalsafah komunisme
c)      Menganut asas negara sentris
d)     Mengabaikan HAM
e)      Tidak ada kebebasan individu
f)       Tidak ada oposisi, perbedaan pendapat tidak dibenarkan
g)      Mono partai
h)      Contoh : negara RRC, Kuba

3.      Demokrasi Pancasila :
a.       Merupakan ciri khas Indonesia
b.      Berfalsafah Pancasila
c.       Menganut asas kekeluargaan dan gotong royong
d.      HAM diimbangi dengan kewajiban manusia
e.       Memberikan jaminan kebebasan yang bertanggung jawab.
f.       Tidak mengenal oposisi tapi mengenal perbedaan pendapat yang disalurkan secara konstitusional
g.      Multi partai
h.      Contoh Negara Indonesia


































Partisipasi politik warga negara diartikan sebagai penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam bidang politik.

Bentuk-bentuk partisipasi warga Negara

a)      Partisipasi dalam bentuk konvensional :
v          Pemberian suara (Votting)
v          Diskusi politik
v          Kegiatan kampanye
v          Membentuk atau bergabung dengan kelompok kepentingan
v          Komunikasi individual dengan pejabat politik

b)      Non-Konvensional :
v          Pengajuan petisi
v          Berdemonstrasi, mogok dan kofrontasi
v          Tindakan kekerasan politik terhadap harta benda; perusakan, pemboman, pembakaran
v          Tindakan kekerasan politik terhadap manusia; penculikan, pembunuhan/pembantaian, perang dan revolusi.

Mengapa partisipasi politik setiap orang berbeda?

Ada 2 Faktor yang mempengaruhi partisipasi politik seseorang yaitu :
1.      Kesadaran Politik yaitu kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran ini mencakup pengetahuan. Minat dn perhatian seseorang terhadap masyarakat dan politik tempat ia hidup
2.      Kepercayaan politik yaitu sikap dak kepercayaan seseorang terhadap pemerintahannya, apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atai tidak








Tipe-tipe partisipasi politik yaitu :

1.      Partisipasi politik aktif, Kesadaran  dan kepercayaan politik yang tinggi
2.      Partisipasi politik Apatis, Kesadaran dan kepercayaan politik yang rendah
3.      Partisipasi politik pasif, Kesadaran politik rendah sedangkan kepercayaan politik rendah
4.      Partisipasi politik Militan radikal, Kesadaran politik tinggi tapi kepercayaan politik rendah

BENTUK – BENTUK  PARTISIPASI POLITIK

Samuel Huntington dan Joan M. Nelson mengidentifikasi  4  (empat)  bentuk partisipasi politik:
1.      Kegiatan  pemilihan
2.      Lobbying
3.      Kegiatan  organisasi
4.      Mencari  koneksi
5.      Tindakam  kekerasan

CONTOH  PERAN  AKTIF  DALAM  KEHIDUPAN POLITIK

Lingkungan  keluarga,  misal : musyawarah  keluarga; pemasang  atribut  kenegaraan  pada hari  besar nasional; membaca  dan  mengikuti  berbagai berita  di media masa dan elektronik.
Lingkungan sekolah,  misal :  pemilihan  ketua  kelas, ketua osis,  dan  lain-lain;  pembuatan  AD - ART  dalam  setiap organisasi yang  diikuti;  forum-forum  diskusi  atau musyawarah; membuat  artikel  tentang  aspirasi  siswa.
Lingkungan masyarakat,  misal : partisipasi  dalam  forum warga; pemilihan ketua RT, RW, dsb.
Lingkungan bangsa dan bernegara,  misal :  menggunakan hak  pilih dalam  pemilu;  menjadi  anggota  aktif  dalam  partai politik;  ikut aksi  unjuk  rasa  dengan  damai,  dan  sebagainya.

Rabu, 06 April 2011

makalah pengangguran


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Jumlah pengangguran terdidik di Indonesia setiap tahun terus bertambah, seiring dengan diwisudanya sarjana baru lulusan berbagai perguruan tinggi (PT). Para sarjana pengangguran itu tidak hanya lulusan terbaik PT swasta, tetapi juga PT negeri kenamaan.
Hal tersebut menambah daftar panjang pengangguran lulusan perguruan tinggi di indonesia. Dimana lulusan tersebut tidak bisa langsung dengan mudahnya mendapatkan  pekerjaan yang layak, dengan masa pendidikan yang mereka peroleh selama di perguruan tinggi dan ilmu yang mereka dapatkan, namun kebutuhan mereka terus bertambah seiring perkembangan zaman.
Jumlah lulusan perguruan tinggi tiap tahun terus bertambah, sedangkan lapangan pekerjaan semakin terbatas. Hal itu menambah panjang pekerjaan rumah yang dihadapi pemerintah saat ini.

B.Rumusan masalah
1.      Apa yang menyebabakan jumlah penganggur terdidik di Indonesia semakin meningkat ?
2.      Bagaimana cara mengurangi jumlah penganggur terdidik ditinjau dari sudut pandang  pancasila ?

C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui penyebab jumlah penganggur terdidik di Indonesia yang semakin meningkat.
2.      Untuk mengetahui cara mengurangi jumlah penganggur terdidik yang ditinjau dari sudut pandang pancasila.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Data Biro Pusat Statistik ( BPS )
Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah sarjana (S-1) pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Setahun kemudian, tepatnya Februari 2008 jumlah pengangguran terdidik bertambah 216.300 orang atau sekitar 626.200 orang. Jika setiap tahun jumlah kenaikan rata-rata 216.300, pada Februari 2012 terdapat lebih dari 1 juta pengangguran terdidik. Belum ditambah pengangguran lulusan diploma (D-1, D-2, D-3) terus meningkat. Dalam rentang waktu 2007-2010 saja tercatat peningkatan sebanyak 519.900 orang atau naik sekitar 57%.
Sarjana yang menganggur itu sebagian besar berasal dari jurusan sosial nonkependidikan, agama, dan sebagian lagi jurusan eksak (MIPA). Dari jurusan eksak dan teknik hanya sedikit menyumbang jumlah pengangguran. Itu karena sebagian besar jurusan eksak dan teknik sudah terserap di berbagai industri dan perusahaan BUMN. Fenomena meningkatnya jumlah pengangguran terdidik menimbulkan keprihatinan kita bersama. Selain menunjukkan adanya ketimpangan (mismatch), itu memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam menciptakan sistem pendidikan bagi rakyatnya.
Jika dikaji dari perspektif sosiologi, meningkatnya pengangguran terdidik jelas membahayakan. Para penganggur itu sangat rentan melakukan tindak kriminalitas. Bahkan dengan kemampuan intelektual yang dimiliki, para sarjana pengangguran itu bisa menciptakan kejahatan baik di dunia nyata maupun dunia maya (internet). Seperti pembobolan bank melalui situsnya, menyebar virus komputer yang mematikan, sampai mengacak-acak data kependudukan.
Meledaknya jumlah pengangguran terdidik jauh hari sudah diramalkan pakar pendidikan Ivan Illich (1972). Menurutnya, akan tiba masa pendidikan menjadi tidak berguna dihadapkan dengan kehidupan nyata. Padahal pendidikan sudah terlalu banyak menyerap biaya, tetapi hasilnya kurang optimal. Bahkan, hanya menghasilkan para pemalas yang tidak terampil, yang mengincar pekerjaan formal dan ringan.

B.     Paradigma Mengatasi Pengangguran Oleh Para Ahli.
Guna menekan kenaikan jumlah pengangguran terdidik, tidak ada pilihan bagi perguruan tinggi (PT) dan dunia pendidikan untuk mengubah paradigma. Jika semula lebih menekankan pada aspek kecerdasan konseptual (kognitif), kini harus dibarengi penanaman jiwa kewirausahaan (entrepreneurship). Pasalnya, berbagai penelitian menunjukkan keberhasilan mahasiswa bukan ditentukan kepandaian yang dipunyai, tetapi oleh faktor lainnya yang sangat penting. Singkatnya, tingkat kecerdasan hanya menyumbang sekitar 20%-30%, sementara jiwa kewirausahaan yang didukung kecerdasan sosial justru menyumbang 80% keberhasilan anak di kemudian hari.
Istilah kewirausahaan atau entrepreneurship, tulis Pinchot (1988), merupakan kemampuan untuk menginternalisasikan bakat rekayasa dan peluang yang ada. Seorang entrepreneur akan berani mengambil risiko, inovatif, kreatif, pantang menyerah, dan mampu menyiasati peluang secara tepat. Lebih dari itu, jiwa dan semangat kewirausahaan juga sangat urgen dalam menentukan kemajuan perekonomian suatu negara. Bukan hanya ketepatan prediksi dan analisis yang tepat, melainkan juga merangsang terjadinya invensi dan inovasi penemuan-penemuan baru yang lebih efektif bagi pertumbuhan ekonomi. Lantas, bagaimana strategi menanamkan jiwa kewirausahaan itu?
Dalam pandangan Husaini Usman (2008), jiwa kewirausahaan sangat efektif jika ditanamkan melalui bangku pendidikan. Hanya, proses penanamannya harus dilakukan secara holistik atau melibatkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Mata kuliah kewirausahaan seyogianya diberikan dengan porsi lebih banyak dan dominan jika dibandingkan dengan mata kuliah lainnya yang berorientasi pada kecerdasan kognitif.
Agar mahasiswa tidak bosan, pelajaran kewirausahaan harus dikemas secara menarik, sistematis, dan disesuaikan dengan tingkatan usia anak didik, serta dalam kondisi menyenangkan. Sebagai praktiknya, pihak kampus perlu mengundang para pelaku bisnis yang sukses. Mereka diminta menerangkan atau menceritakan perjalanan hidup, dan bagaimana kiat-kiat agar usaha bisa sukses. Kisah hidup itu paling tidak akan merangsang para mahasiswa untuk meneladaninya.
Jika memungkinkan, pihak kampus perlu memperbanyak pendirian usaha nyata. Misalnya gerai penjual makanan, simpan pinjam, jasa tiket transportasi, perbankan, kursus bahasa asing, dan sebagainya. Selanjutnya, secara bergantian para mahasiswa mendapat tugas berpraksis di situ, dengan target-target yang telah ditentukan. Kegiatan ini selain sebagai proses magang kerja, juga akan memperkenalkan mahasiswa pada kondisi usaha riil.

C.Pengangguran Ditinjau dari Sudut Pandang  Pancasila
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Pengangguran adalah salah satu masalah yang dihadapi pemerintah yang bertentangan dengan sila 5 pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia karena dengan adanya pengangguran, maka merugikan orang yang mengangur tersebut secara langsung dan bahkan merusak kestabilan ekonomi, sosial dan politik bangsa Indonesia.Dengan banyaknya tingkat pengangguran di Indonesia dapat merusak pendapatan per kapita Indonesia, menciptakan tingkat kemiskinan yang semakin tinggi dimana kemiskinan itu menciptakan mental penerabas kepada masyarakat, yaitu mental menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan sehingga terjadi banyak tindak kriminalitas.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerjaSetiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.



D.Solusi
Fenomena ketimpangan lulusan PT dengan dunia kerja harus disikapi dengan jeli, kreatif, pantang menyerah dan penuh kearifan. Entah dari calon mahasiswa, orang tua, pengelola PT, entah pemerintah sebagai stakeholder pendidikan. Bagi mahasiswa, sejak awal memasuki PT harus disiapkan mental bahwa kuliah bukan segala-galanya. Persiapan mental itu selanjutnya dibarengi sikap membuka diri, cerdas menyiasati peluang, dan kreatif mencari ilmu-ilmu praktis yang berguna untuk kehidupan kelak. Benar kuliah tidak boleh ditinggalkan, tetapi tidak ada salahnya jika mereka juga mengikuti berbagai training; semisal training sumber daya manusia (SDM), peningkatan kemampuan finansial dan jiwa kewirausahaan.
Mengikuti berbagai pelatihan bagi mahasiswa menjadi penting sebab fakta di dunia kerja menunjukkan tidak semua lulusan PT siap kerja. Hasil studi Blau dan Duncan (1967) di Amerika Serikat, Mark Blaug (1974) di Inggris, dan Cummings (1980) di Indonesia menunjukkan kecenderungan bahwa tidak semua lulusan PT siap dipekerjakan. Banyak dunia industri yang mengeluh lantaran harus melakukan pelatihan bagi lulusan PT dalam waktu yang lama sebelum dipekerjakan.
Selain giat mengikuti berbagai pelatihan, para mahasiswa juga harus membekali diri dengan berbagai keterampilan. Misalnya keterampilan bahasa asing, komputer, keahlian berkomunikasi, jaringan kerja (networks), dan sebagainya. Bagi mereka yang gemar menulis, tidak ada salahnya jika skill itu digunakan untuk menambah penghasilan sembari menerapkan teori-teori yang didapat dari bangku kuliah. Singkatnya, ketika masih kuliah, para mahasiswa harus 'prihatin', kritis, dan kreatif.
Setelah lulus, kata Ono Suparno (2010), para sarjana--dengan berbekal keahliannya--dituntut tidak sekedar menjadi entrepreneurship biasa. Tidak hanya tidak sebanding dengan tingkat kapabilitas dan skill yang dimiliki, seorang entrepreneurship biasa hanya memiliki kemampuan menjual sebuah produk dengan mendapat keuntungan sedikit. Para sarjana itu mestinya menjadi seorang entrepreneurship berbasis teknologi atau technopreneurship, yang mampu menciptakan produk bernilai tambah hasil dengan bantuan teknologi. Technopreneurship juga akan menjadi salah satu kunci penciptaan knowledge-based economy, yang akan meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran.
Agar sukses menjadi seorang technopreneurship, para sarjana perlu memperhatikan dua konsep penting. Pertama, menjamin bahwa teknologi yang diterapkan atau dibuat bekerja dalam lingkungan target. Dengan menetapkan target, kerja yang dilakukan akan terarah efektif dan efisien. Ketepatan dan kecepatan dalam alokasi waktu itu, sangat menentukan keberhasilan seorang technopreneurship. Kedua, teknologi tersebut dapat dijual dengan menghasilkan keuntungan. Artinya, orientasi penciptaan sebuah teknologi sebisa mungkin diarahkan pada keuntungan berlipat, dengan terlebih dahulu meningkatkan nilai jual.
Di sisi lain, pemerintah sebagai pemegang kebijakan (policy maker) harus menyambut baik dan mendukung para sarjana yang menjadi technopreneurship. Dukungan itu amat penting, sekaligus menunjukkan komitmen pemerintah dalam pengentasan pengangguran. Bentuk dukungan pemerintah misalnya dengan mempermudah prosedur pengurusan hak paten. Selama ini proses pengajuan hak paten sangat rumit dan terkesan dipersulit sehingga sedikit perguruan tinggi (PT) yang mengajukan permohonan hak paten. Pada 2000-2005 misalnya, hanya ada sekitar 201 pengajuan hak paten dari perguruan tinggi. Padahal, hak paten merupakan kunci kesuksesan utama sebagai technopreneurship. Dengan penggunaan hak paten, penelitian di perguruan tinggi juga bisa terdorong, dan alih teknologi serta investasi bisa terangsang lebih besar lagi.





BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
1.      Setiap orang lulusan PT belum tentu bisa langsung bekerja,karena dalam bidang pekerjaan yang dibutuhkan bukan hanya pendidikan saja, dimana kecerdasan hanya memberi andil 20%-30% saja sedangkan kewirausahaan disertai kecerdasaan memberi dukungan 80%.
2.      Untuk mengurangi pengangguran seharusnya dalam pembelajaran tidak hanya pemberian pendidikan akademik saja melainkan pendidikan enterpreneurship (kewirausaan) agar setelah lulus dari perguruan tinggi lulusan dapat mendapat nilai plus dalam mencari pekerjaan, dan juga sebagai ilmu tambahan agar mereka mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri bahkan mampu menyerap tenaga kerja.
3.      Pengangguran itu bertentangan dengan sila ke-5 Pancasila dan pasal 27 ayat 2 UUD 1945.


DAFTAR PUSTAKA

1.      www.google.com
2.      www.scridb.com
5.      www.temporaktif.com